Selama aku masih menganggur, aku sering
ke rumah Tante Kis. Selama di sana aku membantu membersihkan halaman
dan mengatur perkakas rumah. Maklum tanteku itu hidup sendirian. Untuk
urusan angkat-mengangkat (mengangkat barang red) ia tidak sanggup.
Suatu sore setelah aku menggeser pot di halaman agar kelihatan rapi,
aku mau ke kamar mandi, mau cuci tangan dan buang air. Toilet Tante Kis
ada di dalam kamarnya, sehingga kalau mau ke kamar mandi harus ke
kamarnya dulu. Tanpa ragu-ragu kubuka kamar yang tidak terkunci itu
untuk menuju kamar mandi. Begitu kubuka pintu kamarnya aku kaget,
kulihat Tante Kis baru saja selesai mengeringkan badannya dengan handuk
sehabis mandi. Saat kubuka pintu tadi, Tante Kis sedang dalam keadaan
telanjang membelakangiku. Tante Kis rupanya tidak menyadari kalau aku
sedang memperhatikan pinggul dan bokongnya dengan gemetar. Beberapa
menit kemudian kututup kembali pintunya, dengan perasaan yang galau dan
takut karena memasuki kamarnya tanpa mengetuk pintu terlebih dulu.
Malamnya
aku tidak bisa tidur, kemaluanku berdiri terus. Aku keluar dari kamar,
rupanya Tante Kis sedang nonton TV sendirian. Aku mau menegurnya tapi
tunggu dulu, Tante Kis sedang memakai pakaian yang merangsang, pahanya
yang putih tersingkap, sementara tangan kanannya rupanya sedang
mengelus kemaluannya sendiri. Aku diam-diam duduk agak di belakang
posisi duduknya sambil memperhatikan tingkahnya tersebut dengan sedikit
was-was. Akhirnya dengan perasaan yang makin kacau aku kembali ke
kamar. Kemaluanku yang makin tegang akhirnya kukeluarkan juga, sambil
kuelus-elus.
Beberapa menit kemudian kejantananku sudah sedemikian kencang dan terasa ingin keluar.
Tiba-tiba terdengar suara Tante Kis, "Kenapa Tok, kepanasan ya?"
"Eh.. iya Tante," jawabku terbata-bata.
"Kamu kenapa?" tanyanya tanpa melihat ke arah kemaluanku.
Aku penasaran dan dengan memberanikan diri, kubiarkan terus kemaluanku tergerai di luar celana dalamku.
"Nggak tahu nih Tante, ini tegang terus," sambil kutunjukkan kemaluanku.
Tante
Kis melihatnya sekilas dengan tenang. Tante Kis terus masuk ke kamarku
tanpa mempedulikan lagi kejantananku yang menantang.
"Tok, tolongin Tente dong, kelilipan nih.." sambil mengucek-ngucek matanya.
Aku berdiri dan kuhampiri, instingku mengatakan bahwa ini adalah isyarat saja agar aku mendekatinya.
Pikiranku
sudah sangat jorok. Kuhampir Tante Kis, senjataku yang sudah siap
tempur mengarah lurus ke depan menuju perutnya. Lalu kupeluk Tante Kis,
batang kemaluanku terjepit di perutnya, tanganku meremas ke arah
payudaranya. Rupanya Tante Kis tidak memakai BH. Aku semakin berani,
kusingkapkan dasternya, kugapai payudaranya dengan penuh nafsu. Tante
Kis diam saja. Tenang saja dia. Kuciumi lehernya dari belakang,
payudaranya masih kencang. Beberapa saat kemudian payudaranya makin
keras dan putingnya makin menantang. Nafas Tante Kis sudah mulai
mendesah-desah tanda dia mulai terangsang.
Kubuka dasternya,
kulihat tubuhnya yang putih mulus. Kulepas celana dalamnya, bulu
kemaluannya lebat di atas kulitnya yang putih. Tanpa kusadari kami
sudah saling berpelukan tanpa dibatasi selembar benangpun. Tante Kis
sudah membalas ciumanku dengan buasnya. Tubuhku semuanya diciumi,
sampai ke bawah, terus ke perut, terus ke bawah lagi dan sampailah ke
arah kemaluanku yang sudah ia genggam sejak tadi, barangkali takut
kusembunyikan. Aku mengambil posisi duduk di pinggir tempat tidur,
sementara dengan gerakan yang berpengalaman ia mulai mengulum dan
menjilati kejantananku sambil tangannya mengocok dengan lembut. Aku
merasa nikmat yang luar biasa, bersamaan dengan itu keluarlah maniku,
sebagian menyemprot ke hidungnya yang mungil. Tante Kis masih
mengocok-ngocok sambil meremas-remas kemaluanku, sehingga tuntas sudah
sperma yang kukeluarkan tadi. Tante Kis kelihatan puas. Apalagi aku,
seribu kali puas. Tante Kis masih terus mempermainkan kemaluanku yang
sudah tidak sekeras tadi meskipun belum juga menyusut. Tante Kis terus
mempermainkan kemaluanku. "Kontol kamu bagus To, besar lagi." Aku tidak
menjawab, hanya tersenyum manja. Oleh kelihaian tangannya, segera
kurasakan kembali rasa nikmat seperti saat ngaceng tadi. "To,
kontolmu sudah ngaceng lagi. Masukin ke gawukku yuk." Lalu Tante Kis
mengambil posisi terlentang di sebelahku, mani yang menempel di
wajahnya sudah dibersihkan dengan bantal.
Tanpa diperintah lagi,
aku mengambil posisi sebaliknya. Kuarahkan kemaluanku ke liang
senggamanya yang merah merekah, dibimbingnya batang kejantananku dengan
tangannya, digosok-gosokkan kepala kemaluanku di atas liang senggamanya
yang sudah basah ke arah atas dan bawah kemaluannya. Kemudian diarahkan
tepat di depan gerbang kemaluannya. Sekali lagi tanpa diperintah dan
hanya berdasarkan naluri saja kutusukkan seluruh batang kemaluanku ke
dalam liang sorganya. Liang senggamanya terasa sempit, dan dindingnya
terus memijit-mijit kemaluanku yang semakin mengeras di dalam goa
nikmatnya. Kudengar ia menjerit-jerit kecil menikmati gesekan
kemaluanku dengan sempurna. Tanpa kusadari bokongku sudah naik turun
yang mengakibatkan batang kemaluanku keluar masuk liang senggamanya.
(Barangkali pembaca belum kuceritakan bahwa sakalipun aku belum pernah
main perempuan, dengan Tante Kis ini, baru pertama kalinya aku
melakukan sendiri apa yang dinamakan senggama, seperti yang pernah
kulihat di film biru)
Tidak lama kemudian nafas Tante Kis
semakin cepat, bersamaan dengan itu ia semakin kencang menaikkan
pinggulnya sehingga liang kenikmatannya meremas-remas mesra batang
kejantananku. Aku merasakan nikmat yang luar biasa. Dan kudengar Tante
Kis berteriak, "Keluarkan sama-sama To.." Ia mendekap kuat-kuat
punggungku, diciuminya bibirku dengan buasnya. Tubuhnya mengejang dan,
"Ooohh.. Iihhh.. Oohh.." suaranya kali ini keras sekali, di malam yang
sunyi.
Kami tidur bersama malam itu. Ia pulas sekali tertidur.
Sedangkan aku tidak. Mataku terus melotot. Kejantananku tidak mau
kompromi, tetap tegak sempurna. Sekali-kali kuremas payudaranya, ia
tetap tidur lelap, kuelus goa kenikmatannya, ia juga diam saja.
Kudekatkan lampu duduk di depan selangkangannya. Kupermainkan liang
kewanitaannya, kuelus, kusibakkan kedua bibirnya dan kuperhatikan
semuanya. Kuraba-raba klitorisnya yang tersembunyi di atas bibir
kemaluannya. Oh, baru pertama aku melihat pemandangan ini. Sekali-kali
Tante Kis bangun untuk kemudian tertidur lagi. "Aku ngantuk Tok,"
katanya pelan. Melihat kemaluannya yang bebas tersebut, kumanfaatkan
dengan sepuas-puasnya. Akhirnya kukecup juga bibir Tante Kis lalu
kujilati, Tante Kis kulihat bergelinjang kegelian sebentar. Lama
kuhisap-hisap, kujilati klitorisnya sampai basah. Basah oleh ludahku
bercampur dengan lendir yang keluar dari liang senggamanya.
Diangkat-angkatnya pinggul Tante Kis, menandakan ia keenakan, seakan
ingin lidahku terus menjilatinya.
Melihat Tante Kis sudah
memberikan tanggapan, segera kutiduri lagi Tante Kis untuk kedua
kalinya. Tante Kis kali ini bersikap pasif mungkin masih kelelahan,
kumasukkan kejantananku, kali ini terasa agak seret. Tante Kis
merintih, "Pelan-pelan Tok, sakit.." Aku menurutinya. Pelan-pelan
kumasukkan batang kejantananku ke dalam liang senggamanya yang seret
itu, sampai semuanya habis tertelan oleh kemaluan Tante Kis. Kugoyang
sebentar, keluarlah maniku dengan deras.
Begitulah, berkali-kali
kusetubuhi Tante Kis, baik dalam keadaan sadar maupun tidak. Aku tidak
bisa menghitung berapa kali air maniku muncrat. Sampai akhirnya aku
benar-benar kelelahan dan tertidur.
Sejak saat itu aku jadi
sering ke rumah Tante Kis. Sampai akhirnya aku diterima kerja di kota
lain. Saat ini usianya mungkin sudah 55 tahun. Kadang-kadang aku masih
suka mengunjunginya, dan tidak lupa memberikan siraman air kenikmatan
ke dalam kemaluannya.
TAMAT
