Aku adalah seorang bujangan dan sekarang
bekerja di sebuah perusahaan kecil di daerah Jakarta Barat.
Pendidikanku hanya sampai SMA ditambah beberapa kursus ketrampilan. Aku
adalah orang awam di komputer dan internet, jadi maafkan aku kalau aku
kurang lincah dalam bertutur kata. Umurku sekarang 30 tahun dan belum
ada keinginan untuk menikah. Belum adanya keinginan itu berkaitan erat
dengan serangkaian pengalaman yang akan kuceritakan kepada teman-teman
pembaca semua dalam tulisanku.
Baiklah, aku akan mulai bercerita Pengalaman Pertama-ku
bersenggama dengan seorang wanita. Wanita yang telah melepaskan
keperjakaanku adalah tanteku sendiri. Dan kisah ini dimulai ketika aku
masih berumur 20 tahun dan saat itu sedang menjadi pengangguran (baru
lulus SMA dan belum dapat pekerjaan). Pada saat itu aku masih tinggal
di rumah orang tuaku di Jakarta.
Kebetulan keluarga kami tinggal
saling berdekatan dengan para sanak famili. Salah satunya adalah
keluarga Om Rudi dan Tante Yok. Om Rudi ini adalah sepupu jauh dari
ayahku. Om Rudi adalah seorang pengusaha dan punya usaha di Surabaya
sehingga dia sering pergi ke Surabaya untuk mengurus bisnisnya. Om Rudi
sudah berumur sekitar 43 tahun. Fisiknya cukup ganteng meskipun
rambutnya sudah tidak selebat dulu. Tante Yok sudah berumur 38 tahun.
Fisiknya masih menggairahkan, menurut pandanganku. Rambutnya masih
hitam dan panjang terawat. Kulitnya putih mulus. Tubuhnya sendiri bisa
dibilang sintal dan montok, meskipun memang ada kecenderungan agak
gemuk di bagian pinggang, seperti layaknya wanita menjelang separuh
baya. Buah dadanya tidak terlalu besar tapi proporsional dengan
tubuhnya yang tinggi, sekitar 170-an. Wajah Tante Yok sendiri memang
cantik, kalau anda suka nonton filmnya Suzana, nah kira-kira muka Tante
Yok itu seperti Suzana yang bersuamikan Clift Sangra itu. Om Rudi dan
Tante Yok punya 1 orang anak perempuan, umurnya sekitar 15 tahun
namanya Camelia dan dipanggil Lia.
Sewaktu suami Tante Yok yaitu
Om Rudi sering bertugas ke Surabaya maka Tante Yok menjadi kesepian dan
sering bermain ke rumahku untuk mengobrol dengan ibuku. Susahnya di
situ! Kadangkala Tante Yok lupa untuk duduk secara sopan, kadangkala ia
tanpa sengaja menyingkapkan roknya atau bajunya sehingga beberapa kali
terlihat pahanya hampir pada celana dalamnya ataupun ketiaknya. Waduh..
waktu itu aku merasa terangsang karena terus terang saja paha Tante Yok
itu terlihat putih, mulus dan padat menggairahkan. Ketiaknya ketika tak
sengaja tersingkap memperlihatkan bulu-bulu hitam yang sangat banyak.
Sejak
saat itulah aku mulai melamunkan dia, bagaimana ya rasanya jika aku
bersetubuh dengan dia, aku menelanjangi dia dan melihat seluruh anggota
tubuhnya tanpa dihalangi oleh apapun. Rasanya itu terus membayang di
mataku dan mulailah aku melakukan masturbasi dan selalu membayangkan
Tante Yok sebagai wanitanya. Aku hampir-hampir tidak bisa menahan
libidoku itu. Kalau ia berkunjung, aku kerap berusaha untuk mengintip
kalau-kalau dia open lagi. Gelas minuman yang disuguhkan
kepadanya sering kuminum lagi, aku mencoba mencari bekas bibirnya dan
mencoba merasakannya dan membayangkan bagaimana jika aku dicium oleh
Tante Yok.
Cerita ini berlanjut terus. Ketika itu aku harus
menjaga rumahnya karena Om Rudi dan seluruh keluarganya harus pergi ke
Surabaya. Jadi Om Rudi minta tolong orang tuaku untuk membantu menjaga
rumah mereka karena letak rumah kami yang berdekatan (hanya sekitar 15
menit jika naik ojek). Karena hanya aku yang bisa dipakai kapan
saja pada saat itu, maka orang tuaku menyuruhku untuk menjaga rumah Om
Rudi dan Tante Yok. Waduh kebetulan sekali, begitu pikirku waktu itu.
Jadi aku bisa lihat-lihat segala macam foto-foto keluarga mereka, tentu
yang utamanya adalah foto Tante Yok. Kira-kira sekitar 1 minggu aku
bertugas jaga rumah mereka ketika tiba-tiba pada hari ketujuh (kalau
aku nggak salah hari Senin) Tante Yok terpaksa kembali sendirian karena
ternyata ia harus mengurus sesuatu yang penting. Nah, waktu itu ia
kembali sudah menjelang malam, sekitar jam 7.00. Aku sedang nonton TV
pada saat dia pulang. Terus terang aku cukup surprise dan deg-degan
juga karena aku hanya berdua saja dengan perempuan yang sering jadi
tamu mimpi ini.
Tante Yok sendiri langsung memasak untuk
menyiapkan makan malam dan aku menawarkan diri untuk membantunya.
"Boleh, makasih banget lho Barry.." katanya. Waktu aku bantu tanpa
sengaja ia sedang duduk untuk membersihkan dan aku berdiri mencuci
pisau dan segalanya. Bajunya tersingkap sehingga aku melihat buah
dadanya meskipun tidak sepenuhnya. Buah dadanya ukurannya sedang dan
putih dibungkus oleh BH berukuran sedang. Aku rasanya naik
melihat pemandangan itu. Buah dadanya bergoyang seirama dengan
gerakannnya. Aduh mak! Ketika aku lagi begitu, ia menoleh dan tersenyum
padaku, rasanya senyumnya adalah senyum yang paling manis di dunia saat
itu.
"Kenapa Barry ?" dia bertanya.
"Nggak apa-apa kok Tante", jawabku.
Kemudian
aku dan dia mandi (ruangnya terpisah lho). Aku selesai duluan dan
karena aku biasanya tidur di kamar Om Rudi dan Tante Yok maka aku ke
kamarnya untuk pakaian dan berhias sehabis mandi. Waduh nggak tahunya
dia baru selesai mandi dan cuma lagi memakai BH dan celana dalam, lagi
mau milih baju mana yang dipakai. Woww, rasanya darahku naik ke kepala.
Dia kaget dan agak menjerit dia berkata, "Aduh Barry, entar dulu ya,
Tante lagi pakaian nih!" tapi nggak ada nada marah dalam suaranya. Aku
keluar tapi aku tidak bisa melupakan apa yang kulihat tadi. Tante Yok
sedang berdiri di depan lemarinya yang terbuat dari kaca. Di kaca itu
aku lihat tubuhnya, buah dadanya yang tidak begitu besar tapi rasanya
aduh gimana gitu, menggantung ditutupi BH-nya. Ketiaknya yang berbulu
hitam dan sangat lebat tumbuh di sekitar pangkal lengannya yang putih.
Perutnya yang padat dan ranum, pusarnya yang masuk ke dalam. Pinggulnya
yang sedikit gemuk tapi masih sintal. Terus pahanya yang ditutupi
celana dalam coklat, mulus, putih dan padat. Aku tidak bisa lihat apa
yang ada di balik celana itu, tapi rasanya waktu tidak sengaja kulihat
tadi ada sebagian bulu-bulu hitam yang keluar dari celana dalamnya.
Berarti kayaknya bulu-bulu kemaluannya memang banyak banget, kayak bulu
ketiaknya. Waduh, aku tambah terangsang saja melihatnya.
Makan
malam kami biasa saja dan suasananya jadi kaku karena insiden tadi.
Kami jadi diam-diaman. Aku diam karena aku malu dan nggak enak karena
kejadian tadi. Dia juga diam aja tapi kadangkala curi pandang ke
arahku. Terus selesai makan aku bilang pada Tante Yok.
"Tante nanti jam sembilanan aku pulang dech."
"Oo,
kok buru-buru Barry, besok pagi aja, malam ini nginep aja di sini.
Tante juga di sini agak lamaan sekitar dua minggu", dia bilang begitu.
Aku takut semakin lama aku di situ semakin ngeres
pikiranku, jadi aku berkeras untuk pulang. Akhirnya dia menyerah dan
bilang oke. Malangnya (atau mestinya aku bilang pucuk di cinta ulam
tiba) keadaan bilang lain. Nggak tahunya tidak lama setelah kami makan
bersama, turun hujan deras sekali sampai hujan angin. Yah jelas aku
nggak mau sakit, jadi dech aku malam itu menginap lagi di rumahnya
bersama Tante Yok. Aku tidur di kamar Lia, sepupu jauhku dan dia tidur
di kamarnya. Saat malam hujannya bukan berhenti dan tambah deras,
dingin dech! Sebelum tidur kami mengobrol sambil dia bercerita bisnis
Om Rudi di Surabaya dan aku cerita rencanaku untuk ambil kursus supaya
bisa lebih siap untuk kerja. Ternyata Tante Yok lupa untuk duduk sopan
lagi sehingga pahanya tersingkap sampai agak jauh sehingga aku melihat
pahanya yang mulus, waduh rasanya gimana gitu, terus aku melihat badan
dia secara keseluruhan, terus mulai membayangkan kalau aku mulai
menindih dia dan bersetubuh sama dia, bagaimana ya?
Pas malamnya
hujan belum berhenti dan tetap deras, kami mulai tidur. Di kamar aku
nggak bisa tidur, aku terus memikirkan Tante Yok, bagaimana rasanya Om
Rudi kalau lagi bersenggama dengan dia, enak pasti! Untung dech Om Rudi
mendapatkan Tante Yok yang montok itu. Bodoh dia mau tugas ke Surabaya
meninggalkan isteri yang begini seksi dan merangsang birahi ini.
Tiba-tiba ada suara gedubrak
dan aku kaget dengar jeritan Tante Yok, aku loncat dan memburu ke
kamarnya. Dia menjerit soalnya ada ular masuk ke kamarnya. Maklum,
lokasi rumah kami ada di daerah pinggiran Jakarta Selatan dan waktu itu
masih banyak tanah kosong. Ularnya sudah ada di tempat tidur, jadi
cukup dibayangkan bagaimana perasaannya Tante Yok saat itu. Panik
sekali dan sudah histeris. Lalu aku bergegas ke dapur mengambil golok
terus kupotong ularnya, lalu kubuang ke depan. Terus aku balik ke
kamarnya, kulihat rupanya itu ular sawer kena hujan angin yang memang
lagi kencang sekali.
Aku duduk di sisi ranjang Tante Yok, dia
lagi diam karena shock, lalu kupikir bagaimana ya, kemudian seperti
dalam film-film yang kulihat, kupegang tangannya, "Tante, udah nggak
ada apa-apa lagi, udah aman kok...." Tiba-tiba saja dia meraup dan
menyembunyikan kepalanya di dadaku. Hep, rasanya aku kaget menerimanya,
aku dengan sedikit berdebar memeluk dia. Aku benar-benar agak nervous
soalnya Tante Yok yang aku impikan tadi kini ada dalam pelukanku. Aku
bisa memegang badannya, kuelus-elus punggungnya, aku bisa mencium wangi
rambutnya yang harum dan subur terawat dengan baik itu. Waduh rasanya
aku nggak bisa berbicara apa-apa. Aku terus menghiburnya dengan
mengusap-usapnya, menenangkannya dengan kata-kata pelan.
Tiba-tiba
ia menengadah melihat kepadaku. Di tengah remang-remang cahaya lampu
kamarnya yang cuma 10 watt, aku melihat dia. Matanya sayu melihatku,
mulut yang sedikit terbuka, bibir yang ranum, merah, basah dan matang,
nafasnya yang hangat dan harum menderu di wajahku.
"Makasih Barry, Tante bener-bener kaget tadi... Aduh makasih banget ya?" Aku ketawa dan bilang,
"Nggak apa-apa kok Tante, aku juga kebetulan tadi belum pules banget..."
Aku
terus mau beranjak dan dengan agak menyesal aku melepaskan pelukanku
padanya, aku rasanya rugi melepaskan tubuhnya yang hangat dan
menimbulkan rangsangan aneh bagi diriku itu. Setelah aku benar-benar
melepaskan dia aku baru perhatikan dia, Tante Yok sangat cantik dengan
baju tidurnya yang berwarna lembut, tanpa lengan sehingga
memperlihatkan pangkal lengannya yang putih dan berisi, dan ketiaknya
yang berbulu hitam keriting lebat dan menebarkan aroma harum deodorant
pula. Dengan perasaan campur aduk aku mulai beranjak keluar kamar dan
keluar. Terus aku diam sebentar di balik pintu kamarnya dan aku
merenung. Aku merasa betul-betul jadi laki-laki yang paling beruntung
di dunia ini tadi ketika aku memeluk Tante Yok. Badannya begitu montok
dalam bayanganku, padat dan harum khas seorang wanita yang matang. Aduh
coba saja aku bisa menciumnya, menelanjangi dia dan mulai
menyetubuhinya, hem rasanya... Aku betul-betul iri sama Om Rudi yang
bebas untuk bersetubuh sama Tante Yok ini, ya soalnya istrinya sendiri.
Saat
aku sedang gila oleh pikiranku ini, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka
dan dia berdiri memanggilku pelan dan lembut "Barry...." Aku berbalik
dan aku sedikit tertegun. Tante Yok berdiri di depan pintu dengan
pandangan sayu menatap ke arahku, begitu cantik di mataku. Mukanya
terlihat putih dan mulus. Pipinya sedikit kemerah-merahan. Bibir yang
merah dan sensual. Rambutnya yang agak panjang terurai hingga hampir
mencapai pinggangnya. Semuanya terasa begitu indah dan alami di mataku
dan semakin menambah birahiku.
"Apa Tante..." jawabku.
"Tante
takut tidur sendiri, takut... nanti ularnya dateng lagi, kamu udah
tidur?" dia diam sejenak dan sambil menundukkan kepala ia bertanya,
"Kamu maukan temani Tante tidur di sini malam ini?" sambil berkata
demikian ia memandangku.
Waduh rasanya saat itu aku nggak bisa
berkata apa-apa, aku seperti kejatuhan bulan saja. Bayangkan, Tante Yok
yang sering aku gila-gilai ini kini memintaku tidur menemani dia.
"Boleh
Tante, tapi kan tempat tidurnya cuma satu, jadi gimana dong?" Dia
tersenyum mendengar pertanyaanku, ya soalnya aku juga tahu sopan dong
masa aku tidur sekamar dan seranjang lagi dengan seorang perempuan,
perempuan dewasa dan menggairahkan lagi.
"Pokoknya beres Barry, kamu
nggak usah takut..." sambil berkata demikian Tante Yok melemparkan
senyum manis kepadaku dan mengedipkan sebelah matanya kepadaku.
"Yuk, anginnya dingin... di kamar lebih hangat."
Tante
Yok kemudian masuk sambil melemparkan senyum kepadaku. Saat itu aku
merasa panas dan dingin, saat itu antara takut, senang, cemas kumpul
jadi satu. Takut soalnya ini pengalamanku yang pertama tidur sekamar
dan seranjang sama wanita yang bukan ibuku, senang karena aku dapat
tidur seranjang sama Tante Yok yang sering aku lamunkan itu, cemas
karena aku takut ketahuan sama Om Rudi.
Aku nekat dan mulai
membuka pintu dan melangkah masuk. Aku melihat Tante Yok sedang
berbaring pada sisi seberang jendela yang sawer tadi. Tempat tidurnya
ukuran besar sehingga aku dapat tidur pada sisi jendelanya. Kamarnya
sejuk karena ada AC yang disetel bercampur dengan udara hujan. Aku
membaringkan diri dengan perasaan campur aduk. Bayangkan, Tante Yok
yang selalu aku impi-impikan itu kini berada dekat sekali denganku dan
dalam situasi yang paling pribadi. Dia tidur menghadap ke tengah sedang
aku memunggunginya. Aku tidak berani melihat ke wajahnya, aku malu,
takut dan berbagai perasaan lain berkecamuk menjadi satu dalam benakku.
"Barry..." panggil Tante Yok lembut, tangannya meraih bahuku. Aku membalik dengan perasaan kacau.
"Ya Tante..." jawabku.
"Kamu
benar-benar lelaki yang hebat, berani sekali... Tante kagum sama kamu,
makasih ya Tante sudah kamu tolong..." Tante Yok tersenyum manis
kepadaku.
Aku tersipu mendengar pujiannya. Lelaki yang hebat? Waduh
asyik banget dia menjuluki aku begitu. Aku cuma menunduk saja, ketika
aku menaikkan pandanganku, ternyata Tante Yok masih melihat kepadaku.
Pandangannya agak lain dengan pandangan seperti yang biasa kulihat
kalau ia berkunjung ke rumahku.
"Malam ini..." ia berbisik,
"Kamu akan Tante kasih hadiah terima kasih dari Tante karena kamu sudah
menyelamatkan Tante dan bantu jagain rumah ini..." ia diam sejenak. Aku
tidak sabar dan berkata,
"Hadiah apa Tante?" Ia tersenyum dan menjawab,
"Apa yang paling kamu ingini untuk Tante berikan pada kamu?"
Lidahku
kaku, dalam hati aku menjawab, aku ingin menyetubuhi Tante, ingin
merasakan bagaimana rasanya memasuki tubuh Tante. Tapi tentu saja aku
tidak berani berkata demikian, hanya aku melihat dia saja bingung mau
ngomong apa. Ia mengelus kepalaku dengan sebelah tangannya yang bebas
dan berkata,
"Kamu sudah melihat Tante habis mandi tadi sore kan?"
Aku gugup dan menjawab, "Tapi aku nggak sengaja Tante, sungguh, aku minta maaf..."
Ia tertawa dan melanjutkan, "Tante sudah maafkan... Kamu senang ?"
Ia menggoda, Aku merasa mukaku panas tapi aku jujur menjawab, "Ya senang juga Tante.."
Tante Yok tertawa kecil dan kembali berkata, "Kamu mau lihat lagi nggak?"
Aku
melengak tidak mengerti, ia menjelaskan, "Kalau kamu janji tidak cerita
pada siapa pun termasuk orang tua kamu, Om Rudi, anak tante, kamu boleh
lihat lagi tante kayak tadi, mau nggak?"
Jantungku berdegup kencang,
rasanya kalau ada seribu guntur pun aku tidak akan kaget, aku tanpa
berpikir langsung mengangguk dan mengangguk.
Tante Yok tersenyum
melihat tingkahku, dan mendekatkan wajahnya kepadaku sehingga aku bisa
merasakan nafasnya yang hangat dan harum di hidungku. "Kalau kamu mau
janji, Tante akan kasih tahu hadiah yang Tante bilang tadi..." ia diam
sebentar dan melanjutkan, "Malam ini... Tante akan ajarin kamu jadi
laki-laki dewasa sebagai rasa terima kasih Tante..." Tante Yok
tertunduk malu setelah berkata demikian. Ternyata perasaanku tidak
bertepuk sebelah tangan, Tante Yok pun menginginkan aku, membuatku jadi
laki-laki dewasa? Waduh istilahnya benar-benar merangsang.
"Gimana
Barry, kamu mau?" Tante Yok bertanya dengan pelan. Kini tanpa keraguan
meskipun rasa takut itu masih ada aku menganggukkan kepala.
"Aku mau Tante, tapi...."
"Tapi kenapa Barry?" Ia bertanya nggak mengerti sambil memegang bahuku.
"Aku masih hijau Tante, aku takut Tante hamil, takut kalo Om Rudi tahu, takut kalau ternyata aku nggak bisa memuaskan Tante..."
Tante
Yok merengkuhku dalam pelukannya sambil berbisik di telingaku,
pelukannya terasa hangat, bau harum dari badannya tercium. "Serahkan
semua resikonya kepada Tante, Barry. Pokoknya malam ini akan jadi malam
yang tak terlupakan buat kamu."
Lalu ia melepaskan pelukannya
dan berdiri memunggungiku sehingga retsluiting-nya menantang untuk
kubuka. Dengan memberanikan diri aku mulai menyentuh kepala
retsluiting-nya dan menariknya ke bawah... terus ke bawah... dan aku
baru sadari bahwa retsluiting yang hanya 40 cm saja sangat panjang
dalam situasi seperti ini. Aku bisa melihat punggungnya. Punggung yang
tadi aku lihat kini aku pelototi, begitu putih dengan tali BH-nya masih
terikat. Ketika aku memberanikan diri untuk menyentuh tali BH-nya Tante
Yok membalikkan badan, melihat kepadaku, tersenyum dan meraih tubuhku
ke dalam pelukannya. Wajahnya sangat dekat denganku, bibirnya mulai
mengarah dan bibirku mulai mengarah tepat ke arah bibirnya dan kami
berciuman.
Aku merasa seperti di dalam mimpi, aku berhasil
mencium Tante Yok. Dunia harus tahu aku telah berhasil mencium wanita
yang begitu aku nafsukan ini oh.. oh... oh... Mulutnya terasa hangat,
basah. Bibirnya mulai bergerak dengan liar mengulum bibirku. Lidahnya
mulai keluar dari sarangnya dan mencari lidahku. Hup! lidahku
tertangkap, lalu dengan tak kenal ampun dikulumnya lidahku, ditariknya
masuk ke dalam rongga mulutnya sehingga mulut kami seolah-olah telah
menjadi satu. Aku mencoba menarik lidahnya, ia mempertahankan, aku
tarik, ia bertahan, bertahan, "Aaahh!" dengan menjerit ia menyerah dan
membiarkan aku mulai mengulum lidahnya, menjilati langit-langit
mulutnya, sementara bibirku dan bibirnya saling melumat dan mengunyah.
Entah berapa lama aku dan Tante Yok berciuman, namun jelas itu
merupakan ciuman yang tak terlukiskan nikmatnya.
Ketika bibir kami berpisah dengan suatu bunyi yang sangat keras tanda bahwa kami telah mengelemnya
dengan sangat erat, Tante Yok memandangku dengan nanar. "Barry, bahkan
Oom Rudi pun nggak sanggup mencium Tante seperti itu.." ia merahupku
kembali dan kembali kami berciuman dengan ganasnya, saling menyerang,
mengulum, menjilat, menggigit. Kulumatkan bibirnya hingga Tante Yok
mengerang-ngerang. "Enghh... enghhh", ketika aku lengah ia yang menjadi
agresor dengan melumatkan mulutku dan intervensi dalam rongga mulutku.
Tiba-tiba ia menyemprotkan ludahnya kepadaku dan tanpa pikir panjang
aku langsung kumur-kumur dan aku telan. Duh.., ludahnya pun terasa
begitu hangat dan nikmat.
Selesai berciuman Tante Yok bergerak
menggerayangi badanku dan mulai menggerayangi pakaianku. Dengan penuh
pengalaman ia membuka kaos tidurku, dan menjerit senang melihat tubuh
telanjangku. Lalu dengan lincah pula Tanteku yang montok dan sintal ini
membuka celana pendek tidurku, tapi ia tidak membuka celana dalamku.
Kini aku seperti Tarzan di hadapannya, hanya dengan sebuah
cawat di hadapan wanita matang. Aku merasa risih karena baru sekali itu
ada seorang wanita (Tante Yok lagi!) melihatku hampir telanjang bulat.
Tapi sungguh Tante Yok memang pintar, ia langsung memunggungiku dan
dengan mendesah ia berkata, "Bukain baju Tante dong Barry..." Dengan
sedikit gemetar aku membuka daster tidurnya, dan meluncurlah daster
tidur itu menuruni tubuhnya yang putih itu. Darahku serasa naik ke
kepala. Inilah pemandangan yang kulihat tadi sore, tapi tadi sore jauh,
sekarang amat dekat dan rasanya tubuh Tante Yok itu sekarang begitu
mantap, montok, padat, pahanya kencang dan putih mulus, perutnya memang
agak buncit sehingga pinggulnya agak besar seperti layaknya wanita yang
hampir separuh baya tapi buatku itulah yang asyik dan menggairahkan
karena pinggul itu sudah berpengalaman.
Tiba-tiba Tante Yok
berbalik sehingga aku tidak sempat untuk melepaskan aksesorisnya yang
lain. Ia tersenyum dan berkata lembut penuh sayang padaku, "Nanti ada
waktunya Barry, sekarang kita ciuman lagi yuk, Tante seneng dech dicium
kamu...." Aku mengangguk dan Tante Yok segera kupegang kepalanya,
mengarahkan mulutnya pada mulutku dan mulailah kami berciuman kembali.
Kali ini lebih panas karena kami sudah setengah telanjang. Aku
merasakan kulitnya yang mulus, punggungnya yang bersih dan tangannya
menggerayangi dadaku, perut, pusar dan... agggh! tangan Tante Yok
dengan nakalnya memegang batang kemaluanku dengan perantaraan celana
dalamku dan terus meremasnya.
"Oooggh... Akkhh.. Eeennggkh...
Barrryyy... Adduhh, besar ya.." Tante Yok mengerang, sementara aku
kegelian karena Tante Yok meremasnya dengan sangat berpengalaman.
"Tante...
aduh Tantee! Eenngkh..." aku mengerang. Tante Yok tertawa lagi dan
mulai menciumku lagi dan kali ini aku nggak mau kalah dari dia,
tanganku juga belajar menggerayangi tubuhnya. Aduh mak, perutnya
kupegang, bulat besar mulus loh, pusarnya kukorek-korek, waktu pas mau
kuremas dadanya, dia pegang tanganku dan dia melihatku, "Kalau mau
pegang musti bisa cium Tante sampe Tante minta ampun dulu. Bikin Tante
menjerit minta ampun sama Barry.." Tante Yok menantang. Langsung kali
ini tanpa ragu aku pagut bibirnya dan mulai kukulum, kulumat dan
kuhisap aroma mulutnya. Melumatnya panjang-panjang, kutarik lidahnya,
kusedot air ludahnya. Tante Yok cuma mengerang biasa. Aku nggak mau
nyerah, kupercepat frekuensi melumatnya, lidahku mulai kuulur hingga
hampir sampai kerongkongannya. "Aaauuughhh..." Tante Yok menjerit,
"Adduuhh... Barrryyyy, ampun... ookkhh." Ia menjerit keenakan dan
kesenangan, dan dengan begitu aku mendapat pass untuk menggerayanginya.
Tante
Yok tersenyum, dan dengan sedikit serak ia berkata, "Kamu benar-benar
hebat Barry... Oom Rudi sendiri nggak bakal bisa menandingi kamu. Kamu
pantas untuk menikmati susu Tante." Ia berdiri dan tangannya bergerak
ke belakang, melepas tali BH-nya. Kemudian dia diam menunggu inisiatif
dariku. Ia tersenyum manis dan dikedipkan sebelah matanya menggodaku.
Aduh mak, aku gemetar saat itu, aku belum pernah melihat buah dada
telanjang Tante Yok, dan memang aku impikan itu, tapi sekarang begitu
Tante Yok mau kasih lihat aku jadi ngeri juga, tapi melihat senyumnya
yang malam itu rasanya memabukkan, aku jadi berani.
Dengan
deg-degan aku menarik tali BH yang sudah kendor itu dan melucutinya ke
bawah diiringi dengan senyum yang menawan dari Tante Yok. Tante Yok
membantu mempermudah pelepasan itu, dan entah ke mana BH itu terbang
aku tidak peduli karena kini ada satu pemandangan indah yang selalu aku
impikan. Buah dada telanjang milik Tante Yok. Buah dadanya ukurannya
sedang, putingnya coklat agak kehitaman dan berkeriput, menonjol
keluar. Buah dadanya tegak keras menanti untuk dikulum. Aku melihat
kepada Tante Yok minta ijin dan dengan anggukan dan senyuman manis ia
berkata, "Nikmati hakmu Barry sayang..." Aduh aku dipanggil sayang oleh
Tante Yok. Keraguanku hilang dan dengan hati penuh geloraku mulai
mengarahkan kepalaku ke dada Tante Yok.
Tante Yok membaringkan dirinya sehingga dengan leluasa aku mulai mendaki
bukit Tante Yok. Bukit sebelah kanan mulai kujelajahi lereng-lerengnya
sementara putingnya bergerak-gerak menggelitiki hidung, mata, dahi
karena aku memutari lereng itu, dan pada puncaknya kuemut puting buah
dada Tante Yok dan mulai mengulumnya, belajar untuk menghisapnya. Tante
Yok menjerit kenikmatan, meneriakkan namaku berulangkali sambil
terengah-engah seksi. Rasa putingnya itu manis-manis dan kenyal,
sehingga aku terus mengulumnya sementara tanganku mengeksplorasi buah
dada Tante Yok yang sebelah kiri. Kemudian dengan gerakan cepat aku
berpindah ke puting susu Tante Yok yang sebelah kiri dan mulai
mengulumnya kembali dengan penuh cinta dan nasfu birahi. Aku sungguh
merasa beruntung mendapat kesempatan ini, aku selalu memimpikan Tante
Yok dan kini aku telah berhasil menyetubuhinya meskipun aku belum tahu
apakah aku bisa menikmati permainan cinta dengan Tante Yok ini
sepenuhnya seperti yang Om Rudi perbuat.
Tak lupa kuciumi pula
kedua ketiaknya yang sangat seksi dengan bulu-bulu hitam yang sangat
lebat itu. Ketiaknya berbau harum dan bulu-bulunya yang keriting
menggelitik hidungku. Ketika aku mulai menjilati ketiaknya, Tante Yok
menggelinjang kegelian sambil mendesah-desah sambil menggigiti bibirnya
dan kadangkala melenguh memanggil namaku. Sekitar 20 menit aku bermain
dengan susu dan ketiak Tante Yok, lalu aku mencari mulut Tante Yok, aku
rindu untuk mengulumnya kembali. Aku menggeser badanku dan kini aku
mengangkangi Tante Yok, aku menindih Tante Yok. Tapi masih ada
penghambat untuk masuk yaitu celana dalam kami berdua. Aku melihat
wajahnya dan mulai mengulum bibirnya kembali. Tante Yok membalas dengan
penuh semangat dan terus memelukku, memegangi kepalaku seolah takut
terlepas. Ciuman penuh cinta itu kembali kami lakukan, saling menarik,
mengulum, melempar ludah, menjilati rongga mulut, hingga rasanya aku
tahu betul rasanya mulut Tante Yok.
"Barry, rasanya Tante rela
kalau kamu Tante kasih seluruhnya, kamu memang pandai dan cepat
belajar...." Tante Yok berbisik mesra padaku setelah kami berciuman
selama hampir setengah jam sehingga nafas kami terengah-engah karena
ciuman kami yang penuh birahi itu. "Maksud Tante apa?" aku bertanya
sambil terus memandangi Tante Yok yang sudah memberikan segalanya
buatku ini. "Tadinya Tante pikir cuma sampai di sini aja, cukup biar
kamu tahu dan puas. Tapi Tante jadi sayang sama kamu Barry, rasanya
kamu perlu diberi sampai selesai..." Tante Yok menjawab dengan lirih.
"Maksud
Tante sampai...." belum selesai aku berbicara Tante Yok sudah mengulum
mulutku lagi dengan penuh cinta, begitu lembut dan nikmat.
"Betul
Barry... Tante pingin supaya kamu tahu diri Tante sampai yang
sedalam-dalamnya, dan tahu gimana rasanya orang bersanggama."
"Oom Rudi gimana Tante?" aku bertanya.
"Yach,
kamu nggak usah pikir itu, pokoknya tetap asal kamu janji diam, ini
akan jadi rahasia kita berdua, mau?" Tante Yok melihat padaku. Aku
diam, rasanya sih kepingin, aku memang sudah lama memimpikan untuk
bersenggama dengan Tante Yok. Tapi setelah Tante Yok sendiri yang
menawarkan, aku jadi ngeri dengan konsekuensinya.
Seolah tahu
keraguanku, Tante Yok menciumku lagi dan mulai menggerayangiku lagi.
Aku mulai memberikan balasan, namun Tante Yok tidak berlama-lama, Tante
Yok mengangkangiku, menindihku dan langsung bergerak ke pangkal pahaku
dan dengan cepat membuka benteng pertahananku, sehingga batang
kemaluanku mencuat keluar dengan tegak. Aku terpesona oleh tindakan
Tante Yok dan sebelum sadar sepenuhnya, Tante Yok mulai mengulum
kemaluanku dengan mulutnya. Dia hisap dan dia sedot perlahan-lahan dan
aku merasakan nikmat yang luar biasa, tak tahan aku untuk tidak
menjerit, "Akkhh... aduhhh... hohkh... Yok... Yok... ookh.. Yok.. Yok
sayang.. mmhhh... mokh Yoookk! Yoook !" Kini aku baru tahu kenapa Om
Rudi suka mengajak Tante Yok ke Surabaya jika keadaan memungkinkan.
Benar-benar luar biasa Tante Yok ini. Mulutnya yang ranum itu terus
mengulum kemaluanku, menghisapnya dengan sangat ahli sambil sedikit
diemut-emut dan digigit.
Tiba-tiba ia berhenti dan sebagai
gantinya ia menjilati seluruh selangkanganku, pantatku dengan lidahnya.
Setelah selesai ia naik menggeser tubuhnya di atasku. Oh, aku langsung
menariknya dan langsung menghujani mulutnya dengan ciuman-ciuman
birahi. Ia membalas dan kami kembali larut dalam kulum-kuluman itu.
Mulut kami sudah saling mengerti, mulut Yok, mulut Barry.
Setelah
nafas kami hampir habis dengan terengah-engah Tante Yok berkata,
"Sekarang Barry... jilati selangkangan Tante yang.., Tante udah buat
terhadap kamu... Ayo Barry jangan takut..." Tante Yok memintaku untuk
mulai beraksi. Aku bangun dan mengamati tubuh Tante Yok dan aku agak
ragu, ngeri. Aku melihat Tante Yok membuka pahanya, paha yang putih
mulus dan menjadi santapan mataku (dan pria lain yang normal). Kini
paha putih mulus itu cuma dibatasi selembar kain celana dalam dan di
balik celana dalam itu menanti kenikmatan dunia untuk kureguk. Aku
melihat kepada Tante Yok minta dukungannya, dan kembali Tante Yok
tersenyum lembut bagai bidadari menguatkan hatiku. "Ayo Barry, tarik
celana Tante, Tante bantu lepasin.."
Aku mulai menarik celana
itu dan Tante Yok mengangkat pinggangnya yang besar itu untuk
mempermudah melepas celananya. Celana itu sudah terbuka. Kini di
hadapanku berbaring Tante Yok dalam keadaan 100% bugil, Tante Yok yang
selalu menjadi impianku, kini berbaring telanjang bulat di hadapanku
yang juga telanjang bulat. Pandangan mataku menggerayangi liang
kemaluannya. Oh luar biasa! Di pangkal pahanya yang besar dan putih itu
ada seonggok rambut hitam ikal dengan lebatnya memenuhi pangkal paha
Tante Yok. Begitu lebatnya sehingga bulu-bulu itu tersebar hingga ke
daerah sekitar bawah pusar Tante yok. Pusat onggokan bulu itu
melindungi satu rongga yang tertutup seperti mulut dalam posisi
berdiri. Darahku serasa berhenti berjalan melihat itu. "Barryyy...
ayooo... cobain dong..!" Tante Yok memekik manja melihatku hanya diam
saja. "Jilat Barry! Kamu pernah makan es krim kan, jilatin Barry... Ini
es krim yang paling enak, Barry.." Tante Yok berkata membuatku semakin
terpana.
Perlahan-lahan kepalaku mulai tunduk dan tanganku
mengunci lutut Tante Yok dan kepalaku mulai merasuk melalui pahanya
yang selalu kuidamkan itu. Oh pahanya mulus dan hangat, terus naik,
terus naik, hingga akhirnya aku hampir tiba di tujuan dan ikatan
tanganku pada dengkulnya lepas lalu dengan attraktif Tante Yok membuka
kakinya dan mempersilakan aku untuk terus. Aku mulai mendaki dan
mendaki hingga kini kepalaku menggantikan posisi celana dalam Tante Yok
yang terbuang entah ke mana. Aku merasakan bulu-bulu halus
menggelitikku, tapi aku nggak perduli. Selangkangan Tante Yok ini
benar-benar luar biasa. Liang kemaluannya kuemut seperti aku makan es
krim dan benar rasanya asin, berbau khas selangkangan, agak bau oleh
cairan dari dalam kemaluannya, hangat dan basah. Kuemut terus dan
tiba-tiba aku mendapatkan ide bahwa aku dapat mencium bibir bawah Tante Yok ini. Aku miringkan kepalaku dan kumulai mengaggresi lidahku masuk mulut bawah Tante Yok ini dan mulai mencicipi hangatnya kerongkongan Tante Yok ini.
Ada satu lidah panjang dan bulat berada pada rongga mulut
Tante Yok dan tanpa pikir panjang aku segera menangkapnya, menjilatnya,
menghisap dan mengulum serta menggigitinya dengan penuh cinta. Ternyata
perbuatanku itu membuat Tante Yok bergelinjang dengan hebatnya membuat ciuman kami semakin masuk dan dengan tangannya ia menekan kepalaku untuk terus mencium mulutnya
itu. Tante Yok sudah berteriak-teriak tanpa kendali, begitu liar tapi
sangat merangsang dan membuat aku semakin bersemangat, "Baaryyy...
Aaakkhh... Adduudduuhh.... Ooohhh! Barry! Barry! Barry... Ohhh...
Barrr... haakghgg... sayanggg... Oohhh Barryyy sayanngg..." Begitu dia
berteriak, sementara lidahnya makin aku mesrai dan kini lidah itu mengeluarkan ludah lendir yang hangat, agak asin dan agak berbau khas tapi justru di situ letak kenikmatannya.
Kuminum ludah itu, tapi tidak dapat kuminum semuanya sehingga sebagian mengalir membasahi daerah mulut dan hutan
di selangkangan Tante Yok ini. Aku merasa belum puas, selangkangan
Tante Yok ini selalu aku impi-impikan, aku selalu berpikir kalau Om
Rudi belum pernah mencoba seperti aku ini, dia rugi. Selangkangan Tante
Yok ini tidak ada tandingannya, nikmat tiada tara, lubang kemaluannya,
klitorisnya, semuanya itu aku impikan dan sekaranglah kesempatan itu.
Aku raup selangkangannya sekali lagi, kini tanpa ragu-ragu, kuhisap
seluruhnya, kujilati seperti induk kucing menjilati anaknya. Bulu-bulu
lebat liang kemaluannya sudah basah, mulut Tante Yok pun sudah becek dan licin.
Tiba-tiba Tante Yok memanggilku. Aku pun naik menemuinya.
"Kamu senang Barry? Kamu puas?" Tante Yok bertanya sambil tersenyum.
"Sangat.. Tanntee... Yok", jawabku terbata-bata.
"Luar
biasa kamu, Oom Rudi pun nggak pernah bisa bikin Tante kayak begitu
Barry. Sekarang setubuhi Tante ya... Barry siap?" Tante Yok mendesah
dan memandangku dengan pandangan yang bisa membuat lelaki normal
manapun serasa berada di kahyangan. Kini saat yang kuimpikan. Setelah
puas menggerayangi tubuh Tante Yok kini tiba saatnya Tante Yok
memberikan ijin untuk bersanggama dengannya. Sebelum aku dapat
berkata-kata lebih lanjut, Tante Yok meneruskan omongannya, "Tapi kamu
harus ingat, nanti waktu Barry masukin kemaluan Barry ke Tante, maka
Barry boleh ucapkan selamat tinggal sama status perjaka Barry.." kata
Tante Yok tersenyum mesra kepadaku.
"Kamu rela nggak kalo Tante yang melepas keperjakaan kamu?"
Lidahku
saat itu kelu. Apa lagi yang dapat kukatakan? Memang itulah keinginanku
selama ini. Aku sungguh-sungguh ingin diperjakai oleh Tante Yok, dan
inilah kesempatanku. Aku hanya mengangguk-angguk dengan penuh semangat
sambil menatap mata indah milik Tante Yok. Rupanya Tante Yok mengerti
suasana, ia tersenyum lembut keibuan dan memelukku. Kemudian dia
menciumku dengan mesra sambil berbisik pelan, "Jangan takut Barry,
Tante juga bahagia sekali bisa membantu kamu menjadi lelaki dewasa.
Kamu nggak akan menyesal sudah mengambil keputusan ini..." Lalu ia
kembali menciumku dengan mesra dan mengulum lidahku dengan penuh nafsu.
Setelah
itu Tante Yok mengambil posisi berbaring terelentang dan menyuruhku
untuk mengangkanginya. Dengan kedua belah tangannya Tante Yok membantu
batang kemaluanku untuk melakukan penetrasi sedangkan kedua tanganku
berusaha menahan bobot tubuhku supaya tetap ada jarak. "Ohhhhh..."
dengan bantuan Tante Yok batang kemaluanku menemukan jalan dan bles!
kemaluanku tenggelam dalam selangkangan Tante Yok tanpa ampun lagi.
Baik aku dan Tante Yok menjerit kesenangan dan keenakkan. Betul-betul
enak, aku nggak pernah bayangkan bahwa bersenggama dengan perempuan
begini enak, pantas saja begitu banyak orang ngebet kepengin kawin.
Rasanya seluruh badanku jadi badan dia dan seluruh badan Tante Yok jadi
badanku. Kami jadi satu tubuh dan berpadu seolah-olah kami tidak dapat
terpisahkan lagi. Tubuh Tante Yok bergerak liar, pinggulnya menari-nari
sementara badanku menjadi terayun-ayun bagai ayunan. Aku menusuk Tante
Yok dan menggenjotnya untuk mengimbangi tariannya.
"Tannntee..
Yyoookk.. gimana.. audhdhu... nich... Tannttee Yyyookk.. aku mau
keluar... adduhh...." aku menjerit cemas tatkala tahu bahwa aku tidak
dapat mengontrol lagi kehendak batang kemaluanku. Tapi dalam erangannya
Tante Yok malah mengencangkan ikatan selangkangannya sehingga kami
tidak mungkin lagi terpisah karena pahanya mengunci pahaku, "Hh... hh..
hh.. hh.. Ahhh... biar Barry.... biar Yang.. biaaarrrhhh...
oooaaghhh..." Tante Yok mendesis hebat dan aku pun merasakan gelombang
itu datang. Tante Yok memelukku erat dan aku pun memeluknya erat-erat.
Kami takut terpisah. Kami berciuman dengan panas dan gelombang itu
datang melanda kami berdua. Aku menyemprotkan spermaku di dalam liang
kemaluan Tante Yok. Tante Yok berteriak kesenangan dan keenakkan
demikian juga aku. Oohh, klimaks yang kuimpikan itu terjadi.
Aku
telah menyetubuhi Tante Yok, tanpa kecuali dan aku bahagia dan aku
yakin Tante Yok pun bahagia. Ia mengucapkannya berkali-kali sambil
mendesah di telingaku. Kami tertidur tanpa saling melepaskan tubuh
kami. Kami tidur berperlukan dan tetap dalam posisi senggama kami,
sementara hujan masih cukup deras di luar. Aku memeluk Tante Yok dan
kepalanya bersandar di dadaku sepanjang malam yang indah ini. Aku
melihat Tante Yok tidur dalam pelukanku sambil tersenyum, membuatku
bertambah bahagia karena telah memberikan kebahagiaan juga kepada Tante
Yok. Malam ini aku telah menjadi lelaki dewasa, dan Tante Yok lah yang
melepaskan keperjakaanku. Dan aku tidak menyesal dengan keputusanku
karena aku memang menginginkan bersanggama dengan Tante Yok dan memang
sungguh-sungguh berharap bahwa dialah yang memperjakaiku. Pengalaman
pertamaku ini akan selalu kuingat.
TAMAT
