Rudi adalah pria awal 30-an
berpenghidupan lumayan dengan pekerjaan sebagai seorang pialang di
suatu perusahaan sekuritas sedang. Tidak ada yang aneh dengan
kehidupannya. Semua berjalan lancar. Bila ada tekanan-tekanan dalam
pekerjaan bahkan membuatnya merasa bergairah untuk menjalaninya. Ini
hidup katanya dalam hati.
Kehidupan seks-nya juga demikian,
hampir tidak ada masalah. Ia bisa mendapatkan apabila ia ingin,
tentunya dengan proses yang wajar, karena Rudi sangat menghindari 'sex shopping' atas alasan-alasan tertentu. "Biar cinta berjalan semestinya," yakinnya.
Sore
itu market mendekati closing hours. Ia menjauhi mejanya, berjalan
sebentar meregangkan otot. Hari ini ia sangat puas. Pasar sangat
bersahabat dengannya. Sejumlah keuntungan berhasil dibuatnya dalam one
day trade. Sebagian masuk ke dalam rekening pribadinya. "Aku memang
patut mendapatkan," pikirnya, tidak ada yang merugikan atau dirugikan,
kepuasan seperti ini selalu membuatnya terangsang secara seksual.
Dipandangnya sekitarnya. Ada beberapa wanita rekan kerja yang masih
berkutat. Ia segera memalingkan wajahnya. Perlu beberapa tahapan untuk
mengajak salah seorang dari mereka ke tempat tidur, dan itu menyita
waktu dan emosinya. Lebih baik aku pulang batinnya. Ada sesuatu yang
mengingatkan untuk menunda jam kepulangannya, ia tidak mempedulikan.
Dikemudikan
mobilnya keluar dari basement perlahan. Beberapa anak SMU tampak
bergerombol di halte dekat gedung kantornya. "Ahh.." kernyitnya. Ia
terjebak di kemacetan rutin sore hari. Dirinya sudah mengingatkan agar
menunda. "Instingku semakin bagus saja," senyumnya kecut. Dilihatnya ke
luar jendela mobil. Antrean mobil sepanjang kira-kira 200-an mobil
tidak bergerak sama sekali. Dilihatnya ke belakang dengan putus asa.
Keadaan di belakang sama buruknya dengan pemandangan di depannya.
Rudi
menarik nafas dalam-dalam. Digerakkan cermin di atas ke wajahnya.
"Tenang Rud, ini bukan alasan yang bagus untuk merusak 1 hari
tenangmu," katanya sambil membenarkan letak rambutnya. Tiba-tiba
seseorang berseragam LLAJR mengetuk kaca mobilnya. Dengan segan
ditekannya switch jendelanya. Petugas itu memberitahu kalau terjadi
kecelakaan beruntun di depan dan mungkin lalu lintas baru dapat lancar
paling cepat 30 menit. Dihempaskan tubuhnya ke kursi mobil. "Bagus!" ia
menutup wajahnya. Itulah alasan yang paling tepat untuk merusak
moodnya. Dibukanya TV mobil. Dipilihnya satu film porno kesayangannya
di remote. Ditatapnya adegan-adegan itu dengan hambar. "Huh! Di tengah
kemacetan nonton film porno malah menambah masalah," sungutnya sambil
mematikan. Rudi menyerah. Dimatikan mesin mobil sembari menatap ke arah
kiri.
Tampak di luar gadis-gadis berseragam SMU masih
bergerombol menunggu bis kota. Beberapa di antaranya duduk di trotoar.
Diperhatikannya satu persatu. "Dasar gadis remaja, mereka tidak
mempedulikan cara duduknya," katanya dalam hati. Tiba-tiba darahnya
berdesir. Tungkai-tungkai indah itu milik gadis yang sangat muda.
Diperhatikannya lagi lebih seksama. Ada yang bertumpu dengan tangannya
di belakang sehingga dadanya membusung ke depan. Wajahnya begitu bersih
dan muda. Rambutnya sebahu dengan leher yang jenjang. Rudi mulai
termakan fantasinya sendiri. Ia memang tidak pernah bercinta dengan
gadis belia. Itukah yang diinginkannya saat ini? "Tidak," sahutnya
sendiri, "Itu terlalu gila." sambil menatap ke depan ia tak dapat
menahan diri untuk melihat kembali ke arah kirinya. Diperhatikan dengan
seksama lekukan pantat yang padat itu dengan lutut indah dan kulit yang
bersih. Segala gerakan gadis itu ditangkap matanya dan dialirkan ke
otaknya dalam format gerakan erotis.
Tiba-tiba salah seorang
dari mereka tersingkap roknya. Rudi bersorak dalam hati.
Diperhatikannya dengan seksama paha bagian dalamnya... begitu kencang,
dan perlahan ia mulai ereksi. Kaca film mobilnya membuatnya sangat aman
dalam bereksplorasi. Ia mulai menurunkan reitsleting celananya.
Dibelainya lembut batang kejantanannya tanpa melepaskan pandangan dari
gadis itu. Jantungnya berdetak kencang. Imajinasinya meluapkan perasaan
baru yang sangat dahsyat, bercinta dengan belia. Butir keringat
mengalir ke lehernya. Ditariknya beberapa lembar tissue apabila ia
orgasme nanti.
Tiba-tiba para gadis itu berdiri dan berjalan
menjauhi halte karena beberapa orang berkulit gelap berbadan besar
memasuki halte itu. Rudi meraung keras sekali. "Arrgh!" Ditatapnya para
lelaki itu. Mereka menyerupai segerombolan kera besar daripada manusia.
Dilemparnya box tissue ke belakang. Ia percaya bahwa saat itu kecepatan
batang kejantanannya menyusut lebih cepat dari cahaya. Dengan mengumpat
ia merapatkan reitsleting celananya kembali.
Langit semakin
gelap. Rupanya awan berkumpul membentuk sebuah awan gelap besar. Kilat
dan guntur bersahutan, diakhiri oleh curahan air yang berirama semakin
cepat dan lebat. Di dalam mobil Rudi tampak melambai-lambaikan tissue
putih di atas kepalanya, tanda menyerah kepada nasib buruknya. Para gerombolan kera
itu bergerak melewati depan mobilnya menyeberang ke seberang jalan.
Salah seorang dari mereka memukul kap mobilnya. Rudi membalas dengan
mengacungkan jari tengahnya. Ia merasa aman. Toh mereka takkan
melihatnya.
Dinyalakannya mesin mobilnya karena kaca mulai
mengembun. Dinyalakan stereo mobilnya sambil memandang ke kiri. Rudi
hampir memekik girang. Salah seorang dari gadis SMU itu ada di sana
dalam keadaan basah kuyup. Rudi memutar kepalanya untuk mencari yang
lain. Ah, tampaknya ia sendirian, sesal Rudi. Tapi tunggu... dalam
keadaan basah semua lekuk tubuh gadis itu menjadi tercetak jelas.
Rambutnya yang basah, pakaian putihnya melilit erat tubuhnya yang
sintal, payudaranya menggelembung indah dengan pantat yang bundar, Rudi
kembali ereksi. Bibirnya bergetar menahan nafsu birahinya yang melintas
menabraknya berulang-ulang. Matanya terasa panas. Dibukanya pintu
mobilnya kemudian ia berlari mendekati gadis itu. Sengaja ia berdiri di
belakangnya supaya leluasa menatap tubuh gadis itu. Betapa belianya
gadis ini, tubuh yang belum pernah tersentuh oleh lelaki. Payudaranya
sangat penuh menyesaki branya sekitar 34. Pinggul yang ramping dengan
pantat bundar yang berisi ditopang oleh lutut dan tungkai yang indah
dan bersih.
Gadis itu memutar tubuhnya dan berhadapan dengannya
yang sedang menjadi Juri festival foto bugil. Rudi tergagap dan secara
refleks menyapanya. Gadis itu tersenyum sambil memeluk tasnya menutupi
seragamnya yang transparan. Dengan berdalih bosan di mobilnya, Rudi
mendapatkan banyak alasan dan obrolan ringan di halte itu. Gadis itu
bernama Dina, kelas satu SMU swasta berumur 16 tahun. Rudi tak
menghiraukan secara detail percakapannya karena suara Dina terdengar
sangat merangsangnya.
"Kita ngobrol di mobil yuk, capek berdiri nih," kata Rudi.
Dina menatap ragu. Rudi menangkap maksud pandangan itu.
"Ok,
begini... Kamu nggak perlu takut. Ini dompet saya. Ini kunci mobil. Di
dalamnya ada semua kartu identitas saya. Kalo saya berniat jahat dengan
kamu, kamu boleh buang kunci ini dan bawa dompet saya ke polisi, ok?"
Dina tersenyum riang menerima dompet itu, lalu mereka bersama-sama
memasuki mobil.
Di dalam mobil Dina merasa gugup. Baru kali ini
ia manuruti orang asing, laki-laki lagi. Sekilas teringat pesan ibunya
untuk menjaga diri, dan bayangan pacarnya yang tidak menjemputnya. Dina
menjadi kesal. Dina membuka dompet itu, terdapat beberapa credit card
dan kartu identitas. Diambilnya KTP lalu diselipkan di saku bajunya.
"Ini cukup," ujarnya. Dengan tersenyum acuh Rudi menerima dompetnya
kembali sambil menyalakan stereo setnya. "Kamu kedinginan? saya punya
kemeja bersih. Kamu bisa ganti baju di belakang. Saya janji tidak akan
menegok ke belakang," tanya Rudi penuh harap. Dina menggelengkan
kepalanya.
Obrolan sore itu menjadi lancar didukung suasana
gelap mendung dan derasnya hujan. Bahkan Dina pun mulai berani
menceritakan dirinya. Mata Rudi mencuri pandang untuk menatap paha Dina
yang tersingkap. Rudi menceritakan dirinya, pacarnya dan secara halus
iapun menceritakan pengalaman seksualnya, bagaimana ia melakukan
foreplay. Ia ceritakan dengan lancar dan halus hingga Dina tidak
tersinggung. Rudi menangkap beberapa kali Dina menarik nafas panjang,
sepertinya Dina terangsang mendengar cerita Rudi. Wajahnya mulai
memerah, jemarinya memilin ujung tali tasnya. "Tampaknya ini tak
cukup," kata Rudi. Lalu ia menawarkan Dina untuk menonton VCD kartun
kesayangannya. Dina berseru gembira. Lalu Rudi membuka TVcar-nya dan
berkata, "Kamu tunggu di sini. Kunci pintunya. Saya mau keluar beli
permen di sebelah halte itu." Dina mengangguk pelan dan matanya menatap
layar TV kecil penuh harap.
Rudi keluar mobil sambil membawa
remote lalu menyalakan VCD changer dari luar mobil dengan film yang
sama ia tonton sebelum hujan tadi. Ia berlari ke pedagang asongan
pinggir jalan dan melirik jamnya... 5 menit dari sekarang! sambil
membicarakan cuaca ke pedagang asongan itu. Dina menatap adegan di mini
TV itu. Lelaki sedang menjilati seluruh tubuh wanita pasangannya.
Jantungnya berdegub. Ia memejamkan mata, tetapi suara lenguhan dan
desisan membuatnya kembali ke layar. Dilihatnya keluar. Ia tak bisa
menemukan Rudi dari dalam mobil itu. Kembali ke layar, tertegun ia
melihat lelaki itu menjilati puting susu. Tangannya menjadi dingin.
Lelaki itu sekarang menjilati paha. Dina menyilangkan kaki kirinya di
atas kaki kanannya. Lalu lelaki dalam film itu mulai menjilati liang
kewanitaan wanita itu. Dina merasa seluruh tubuhnya gemetar, nafasnya
terengah-engah. Iapun heran mengapa nafasnya begitu.
"Sorry rada
lama, nggak ada kembalian. Terpaksa saya nunggu pedagangnya tukar
uang," sembur Rudi. Dina tersentak dan memalingkan wajahnya. Rudi
pura-pura terkejut sambil cepat-cepat mematikan stereonya dan menutup
layarnya. "Aduh, maaf.. kenapa bisa ini.. maaf Din," kata Rudi
tergagap. Lalu ia membuka CD changer dan mengambil piringan porno itu
lalu mematahkan menjadi dua dan membuangnya ke luar mobil. Dina sangat
terkejut melihat itu lalu berkata, "Udah deh Rud nggak pa-pa.. sorry
juga aku nggak bisa matiinnya," katanya sambil memegang lengan Rudi.
Rudi menoleh pelan sambil menatap mata Dina. "Sorry?" Dina menyahut
pelan. "Nggak pa-pa," nafasnya masih terengah-engah. Inilah saatnya,
batin Rudi. Now or never.
Dipegangnya lengan Dina. Ditariknya
mendekat, disingkirkan tas di hadapannya. Melihat seragam putih yang
masih basah dengan bra membayang itu Rudi kehilangan kontrol. Bibirnya
langsung mengecup bibir Dina. Dina tersentak ke belakang kaget. Rudi
memburunya. Dikulumnya bibir bawah Dina yang masih terengah-engah itu,
sambil menurunkan posisi kursi mobilnya sehingga Dina tampak seperti
berbaring. Dilepasnya bibir, dilanjutkan ke telinga. Lidahnya
menggelitik belakang telinga Dina sambil sesekali menyeruak masuk ke
lubang telinganya. Bau harum rambut Dina memancarkan bau alami gadis
belia tanpa parfum, mengundang Rudi untuk berbuat lebih jauh. Dibukanya
kancing seragam sekolah Dina sambil mengulum mulut Dina. Dina
menggelengkan kepalanya perlahan. Rudi mengangkat kepala sejenak
melihat gundukan daging padat dan kenyal terbungkus bra berkain lembut.
Betapa muda dan tak berdosanya. Biarkan aku menikmati tubuh beliamu,
merasakan dengan seluruh indraku untuk membuatmu menjadi ternoda. Aku
ingin menyetubuhimu, menghinakan tubuh sucimu, karena aku pantas
mendapatkan tubuhmu, hati Rudi berteriak.
Dibukanya bra itu lalu
dengan rakus dijilat puting kiri Dina sambil meremas payudara kanannya.
Dikulumnya semua daging payudaranya, seakan hendak ditelannya. Dina
mengerang. Kakinya menjejak-jejak lantai mobil. Lalu Rudi memindahkan
tubuhnya ke atas Dina. Dengan kasar dipegangnya celana dalam Dina. Dina
tak sanggup berkata dan bergerak, semuanya begitu ketakutan.
Keingintahuan
dan kenikmatan berbaur, muncul silih berganti menggempur hati, otak dan
nalurinya. Saat ia merasa takut dengan perbuatan Rudi, sedetik kemudian
ia merasa jiwanya melayang, sedetik kemudian otaknya memerintahkan
tubuhnya agar bersiap menunggu kejutan berikutnya begitu
berulang-ulang. Dina meneriakkan kata jangan sewaktu Rudi dengan kasar
melepas celana dalamnya, lalu ia didudukkan di atas kursi mobil bagian
atas. Rudi berpindah tempat dengan cepat ke bawah tubuhnya dan mulut
Rudi mulai menjilati liang kewanitaannya seperti hewan yang kehausan.
Dicengkeramnya pegangan pintu, kakinya diangkat oleh Rudi ke atas. Dina
tak tahu apa yang dilakukan Rudi, tapi ia merasa ada sesuatu di dalam
dirinya. Perasaan yang aneh, dimulai dari jantungnya yang berdetak
lebih keras lebih cepat menjalar ke pinggulnya, sementara denyutan
liang kewanitaannya membentuk impuls yang semakin kuat, semakin cepat,
kakinya mengejang, pandangannya mengabur, jiwanya serasa terhempas
keatas-bawah. Namun tiba-tiba semua itu berkurang. Dibukanya matanya.
Tampak Rudi sedang mengamatinya dengan matanya yang menyala oleh birahi.
Rudi
mengambil nafas sejenak. Ditatapnya liang kewanitaan Dina dengan rambut
kemaluan yang tumbuh tak beraturan. Kemudian dilanjutkannya lagi
jilatan sekitar klitoris Dina. Begitu muda, ditatapnya sebentar, liang
kewanitaan belia sekarang milikku. Aku menjilatinya, aku menghisapnya.
Sekarang
aku bahkan menggigitnya. Liang kewanitaan ini milikku, akan kunodai
sesukaku, dengan caraku, dengan nafsuku. Akan kubuat tubuh suci ini
ternoda oleh tubuhku, oleh nafsuku. Akan kutaburi tubuhnya dengan
spermaku. Akan kuberi cairanku yang akan menyatu dengan dirinya
sehingga ia akan selalu terkotori oleh nodaku. Rudi semakin liar dan
segera menghentikan tindakannya ketika Dina mulai mengejang. Dibukanya
cepat celananya, digosokkan batang kejantanannya ke permukaan liang
kewanitaan Dina. Dengan mudah dimasukkannya batang kejantanannya
perlahan-lahan senti demi senti, sambil mengulum dan meremas payudara
kenyal Dina. Lalu dibenamkan semua batang kejantanannya. Betapa hangat,
betapa nikmat. Lalu mulai digerakkan maju-mundur, semakin lama semakin
cepat. Rudi mendengar suara Dina hanya, "Ssh.. sh.." terputus-putus.
Lalu diangkatnya pinggul Dina. Dipercepat gerakan pinggulnya sendiri
sampai tubuh Dina melengkung kaku. Kini saatnya... Rudi mengeluarkan
spermanya sambil menekan dalam-dalam.
Lima belas menit setelah
itu.. Dina menggigit ujung seragamnya yang lusuh, sementara Rudi
merapikan rambutnya. Oh puas, dan aku sekarang benci sekali dengan
gadis ini, gadis belia yang ternoda. Diambil KTP dari saku Dina lalu
sambil diselipkan ke dompet ia mengeluarkan 3 lembar seratus ribu
rupiah sambil mencium pipi Dina. "Ini buat kamu." Dina menolak sambil
terkaget- kaget. "Aku bukan gadis bayaran Rud.." katanya sambil mulai
menangis. "Aku sayang kamu Rudii.." sambil terisak-isak. "Tapi aku
tidak sayang kamu," kata Rudi sambil meletakkan uang itu di dalam tas
Dina, lalu Rudi keluar. Dalam guyuran hujan ia membuka pintu mobil,
lalu menarik Dina keluar. "Lalu lintas akan lancar. Aku harus pulang,
kamu juga. Kita pisah di sini. Eh Din... thanks ya?!" Dina berteriak
histeris sambil lari keluar. Rudi kembali ke mobilnya mengunci pintu
dan tersenyum melihat mobil di depannya bergerak ke depan.
TAMAT
